
Rubrik Kerdip Lentera merupakan wadah karya bagi seluruh warga SMKN 1 Bojonegoro. Rubrik ini akan terbit pada akhir pekan. Silakan menulis puisi, cerpen, komik, maupun karikatur dikirimkan ke tim Jurnalis. (ilustrasi: id.pngtree.com)/vol.12
Pembaca yang budiman, berikut ini marilah kita nikmati hasil karya dari Siswi Jurusan Perhotelan SMKN Bojonegoro. Selamat membaca.
LIANA, BUNGA DI ATAS REL
Oleh: Amelia (XI PH 1)
Liana, gadis kecil berambut lurus sebahu, berjalan pulang dari sekolah dengan kepala tertunduk. Ia menghindari tatapan teman-temannya, takut mendengar tawa sinis yang selalu mengiringinya. Sejak kecil, Liana dijuluki “Liana Gendut” oleh teman-temannya. Ia merasa terkurung dalam tubuhnya sendiri, terasing di tengah keramaian. Liana mencintai seni bela diri, khususnya pencak silat, namun malu untuk menunjukkan bakatnya. Ia merasa tak pantas untuk bersinar.
Setiap hari, Liana berlatih silat secara diam-diam di kamarnya. Ia meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya di YouTube, berlatih dengan tekun, meskipun tanpa bimbingan seorang guru.
Liana bermimpi menjadi seorang pendekar silat yang tangguh, menguasai jurus-jurus, dan melindungi orang-orang yang lemah. Namun, mimpi itu terasa begitu jauh. Liana merasa tak mungkin untuk mewujudkannya.
Tubuhnya yang gemuk, menurutnya, adalah penghalang besar. Ia merasa tak pantas untuk berlatih silat, tak pantas untuk bersinar. “Aku hanya Liana Gendut, tak lebih,” gumamnya dalam hati.
Di kelas 6 SD, Liana mengalami kejadian yang membuatnya semakin terpuruk. Saat istirahat, ia sedang asyik membaca buku di taman sekolah. Tiba-tiba, sekelompok anak laki-laki menghampirinya.
Mereka mengejek Liana dengan sebutan “Gajah mada” dan badak. Liana terdiam, air matanya mengalir deras. Ia merasa sangat terhina, hatinya hancur berkeping-keping.
Sejak kejadian itu, Liana semakin menarik diri. Ia enggan untuk bergaul dengan teman-temannya, lebih memilih untuk menghabiskan waktu di rumah.
Liana merasa tak punya tempat di dunia ini, tak ada yang menerimanya apa adanya.
Saat menginjak bangku SMP, Liana bertemu Pak Tino, guru olahraga yang melihat potensi terpendam dalam dirinya. Pak Tino adalah sosok yang tegas namun penuh perhatian.
Ia selalu memberikan semangat dan motivasi kepada murid-muridnya.
Liana merasa nyaman dengan Pak tink, ia berani untuk membuka hatinya dan menceritakan rasa sakit yang ia alami.
“Liana, kamu punya bakat luar biasa. Jangan biarkan kata-kata orang lain meredupkan cahayamu,” kata Pak Tino tegas.
“Aku melihat semangat juangmu, kamu punya bakat silat yang luar biasa. Kamu hanya perlu percaya diri dan berani untuk menunjukkannya.”
Pak Tino mengajak Liana mengikuti ekstrakurikuler pencak silat. Awalnya, Liana ragu. Ia takut untuk kembali merasakan sakit yang pernah ia alami. Namun, dorongan Pak Tino dan semangatnya untuk membuktikan diri membuatnya berani bergabung. Di kelas silat, Liana bertemu dengan para pendekar muda lainnya. Mereka menyambutnya dengan hangat, tanpa memandang bentuk tubuhnya. Liana merasa diterima, ia menemukan tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri.
Pelajaran silat pertama dimulai. Pak Tino mengajarkan gerakan dasar, mulai dari kuda-kuda hingga pukulan dan tendangan. Liana merasa canggung, tubuhnya terasa berat dan kikuk. Ia merasa tak percaya diri, tak segesit teman-temannya.
Namun, Pak Tino selalu menyemangati Liana. Ia menunjukkan gerakan dengan sabar, memberikan koreksi dengan tegas, dan selalu memberikan pujian ketika Liana menunjukkan kemajuan. “Liana, kamu hebat! Gerakanmu semakin kuat,” kata Pak Tino dengan bangga.
Seiring berjalannya waktu, Liana mulai menemukan kebebasan dalam gerakannya. Tubuhnya yang dulu dianggap kikuk, kini menjadi gerakan silat yang tangguh dan penuh kekuatan.
Liana menemukan kekuatan dalam setiap gerakan, melupakan rasa sakit di masa lalu. Ia mulai percaya diri, melepaskan diri dari belenggu “Liana Gendut” dan menjadi “Liana Bunga”, yang mekar dengan indah di atas lapangan silat.
Liana memilih untuk mengikuti aliran pencak silat seni tunggal. Ia terpesona dengan keindahan dan keanggunan gerakannya. Liana berlatih dengan tekun, menguasai setiap jurus dengan penuh dedikasi.
Ia belajar untuk mengendalikan tubuhnya, menggerakkannya dengan lembut dan penuh makna. Liana merasakan aliran energi yang mengalir di tubuhnya, membuatnya merasa kuat dan percaya diri.
Saat tampil di pertandingan, Liana merasakan aliran energi yang mengalir di tubuhnya. Ia bertarung dengan penuh semangat, melupakan semua keraguan dan ketakutan. Sorak-sorai penonton membakar semangatnya, membuatnya semakin percaya diri.
Liana merasa terbang, seperti bunga yang mekar di atas lapangan, membawa keindahan dan keceriaan bagi setiap orang yang menyaksikannya.
Liana berhasil meraih prestasi di tingkat daerah. Ia bahkan terpilih untuk mewakili sekolahnya. Liana membuktikan bahwa dirinya mampu bersinar, mampu meraih mimpi yang dulu dianggap mustahil.
Setelah lulus SMP, Liana bertekad untuk membuktikan bahwa dirinya mampu meraih mimpi. Ia memilih SMK Pariwisata, giat belajar dan berlatih, tak pernah lelah mengejar cita-citanya. Liana ingin menjadi pramugari kereta api, ingin terbang di atas rel, membawa keindahan dan keceriaan bagi setiap penumpang.
Liana belajar dengan tekun, menguasai berbagai keterampilan yang dibutuhkan seorang pramugari. Ia belajar tata bahasa, tata krama, dan pelayanan prima. Ia juga berlatih dengan tekun, mengasah kemampuannya dalam silat dan menjaga kebugaran tubuhnya. Liana ingin menjadi pramugari yang profesional, yang mampu memberikan pelayanan terbaik bagi para penumpang.
Usaha Liana tak sia-sia. Ia diterima sebagai pramugari kereta api. Setiap kali kereta melaju, Liana merasa seperti menari di atas rel, membawa mimpi dan harapan para penumpang.
Ia ingat pesan Pak Tino, “Kamu punya bakat luar biasa, jangan biarkan kata-kata orang lain meredupkan cahayamu.”
Liana tak lagi menjadi “Liana Gendut” yang terpuruk. Ia adalah “Liana Bunga”, yang mekar di atas rel, membawa keindahan dan keceriaan bagi setiap orang yang ia temui.
Ia membuktikan bahwa keindahan sejati tak hanya terletak pada bentuk tubuh, tetapi juga pada semangat dan keyakinan diri. Liana, bunga di atas rel, telah menemukan tempatnya, mekar dengan bangga, dan menginspirasi banyak orang untuk menemukan cahaya mereka sendiri.
Leave a Reply